Jika perpisahan menciptakan haru, kuharap kita masih
bisa bertemu :’)
Jika harus ada dunia baru, aku berharap kau tak
melupakanku :’)
(LoVe)
“Dia mau ngajak aku kemana sih
sebenernya ?.” Gumam ku dalam hati. Konsep
5 W 1 H itu terus bersarang dalam otakku.
Karna semenjak aku menemuinya, dia tak berbicara sepatah katapun. Hanya terus berjalan menggandeng tas punggung
berwarna merahnya dan memintaku mengikutinya.
Wajah
itu terlihat berbeda dari biasanya. Entah
apa yang ada difikirannya. Aku
sendiripun bingung dan beberapa kali ingin bertanya, mau kemana kita
sebenarnya. Namun ku urungkan kembali
niatku karna terlalu sibuk berjalan dengan pakaian seperti ini.
Denis
Azkasello. Nama yang indah bukan. Nama panggilannya pun bervariasi. Denis,
Azka ataupun Sel. Tapi aku biasa
memanggilnya Ello. Karna menurutku itu
lebih mudah. Aku mengenalnya cukup lama.
Semenjak duduk di bangku sekolah menengah
kejuruan. Kamipun cukup akrab bahkan tak
jarang orang menilai kami menjalin suatu hubungan khusus. Padahal kami hanya berteman. Karna ku sadar kami sudah memiliki pasangan
masing-masing. Aku sudah bersama
Abi. Dan Ello dengan Arfi.
Tak
lama kemudian kamipun tiba disuatu tempat. Ternyata Ello mengajakku kebelakang sekolah entah
untuk apa. Wajahnya terlihat sangat
serius seperti ingin mengungkapkan sesuatu.
Udara
saat itu terasa sangat sejuk. Cukup
bersahabat. Dengan pemandangan hamparan
sawah yang begitu hijau yang sangat menyita perhatianku. Mataharipun bersinar secukupnya. Dan yang paling asyik adalah semilir angin
mewarnai pertemuan kami.
“Kamu nggak keberatan kan aku
ajak kesini ?.” Ello mulai membuka mulutnya yang terkunci sejak tadi. Nada bicaranya terdengar lirih. Matanya menatapku tak berkedip.
“Hmm.. nggak. Kok serius amet kayaknya. Emang ada apa sih ?.” Jawabku biasa saja.
“Duduk.” Suara ngebas ello yang
tiba-tiba mengajakku duduk di bawah rindang pohon yang entah namanya apa. Pohon itu terlihat cukup besar, rindang, dan
sejuk.
Aku
dan dia. Duduk dibawah pohon itu. Moment ini sudah lama tak kurasakan. Sejak
kami menjauh, hampir tak ada komunikasi diantara kami. Dulu memang sempat dekat. Tapi karna ada suatu masalah yang enggan untuk
kami selesaikan. Ello memang keras
kepala. Egonya tinggi. Itu yang membuatku kesal.
“Lo...” , “Ve...” Ucap kami
bersamaan. Seperti pada filem-filem yang
kulihat di layar kaca. Tapi sungguh itu tak disengaja.
“Aku minta maaf.” Kalimat singkat
ello melanjutkan. Hening. Tatapannya kosong kedepan seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Udah lama gue maafin. Gue juga minta maaf. Terus ?.” Aku berharap ada yang lain yang akan
diucapkannya sebelum kami benar-benar berpisah.
“Ada spidol ?.” Tanya ello sambil
mengulurkan tangannya kepadaku. Akupun
segera mengecek tasku. Rasanya aku
membawanya. Spidol sisa coret-coret
seragam kelulusan kemarin.
Ello
bergegas mengambil sepidolnya dari tanganku dan menuliskan sesuatu di tembok
itu. Tembok belakang ruang kelas bercat
hijau yang tak jauh dari pohon. Aku
tetap duduk tanpa tau apa yang sedang ditulis ello di tembok itu. Anginnya membuat ku nyaman ditempat itu.
Aku
telah sampai dipenghujung masa remajaku. Masa-masa manis bersama teman-teman dan
orang-orang terdekatku di sekolah. Masa
yang pertama kali membawaku kedalam khayalan dan angan. Sampai suatu ketika aku merasakan sesuatu
berbeda dalam hidupku. Aku mulai merasa malu untuk pergi kesekolah tanpa
polesan bedak. Tanpa parfum dan
embel-embelnya. Perubahan itu terjadi. Padahal dulu aku biasa tampil tanpa itu semua.
Senyuman kecil selalu terbit ketika aku mengenang kembali masa-masa manis itu.
Berawal
dari putih biru yang berganti dengan putih abu. Kehidupan baru sebagai anak SMA atau si ababil
alias ABG Labil. Sulit untuk
mendeskripsikan arti remaja. Apalagi Cinta
Pertama. Rasanya aneh. Mulai mencari jati diri ditengah perkembangan
zaman yang cukup mengerikan. Aku
menjalaninya. Masa Orientasi Siswa.
Waktu itu berlangsung selama tiga hari. Sangat melelahkan dan menguras hati. Kakak-kakak senior yang super duper galak
tanpa senyuman. Itu yang khas. Dengan dandanan super aneh pula. Semuanya menghiasi
Masa Orientasi Siswa itu. Ku ingat dulu,
dengan kunciran rambut dua dipinggir kiri dan kanan seperti gadis desa, rok
biru sedengkul, dan kemeja seragam putih pendek lengkap dengan bet asal sekolah
topi dan dasi. Dandanan ala anak SMP
yang masih melekat saat pertama memasuki gerbang sekolah baruku.
Hukuman-hukuman
tak luput mewarnai masa MOS. Moment itu
yang paling kuingat hingga saat ini. Rasanya
senang sekali masa itu berakhir. Berganti
dengan suasana belajar anak SMA pada umumnya. Aku mulai disibukkan dengan setumpuk tugas. Matematika adalan pelajaran yang paling aku
tidak suka. Entah mengapa aku sulit
sekali menerima pelajaran itu dalam otakku. Pernah suatu ketika aku tertidur selama
pelajaran Pak Asa berlangsung. Untunglah
dia guru yang baik dan cukup sabar. Huft... aku tersenyum kembali.
“Ve !!!.” Teriak ello yang ketiga
kalinya padaku. Rupanya aku melamun
cukup lama sehingga tak menghiraukan panggilan itu.
“Sorry, sorry. Apa ?.” Akhirnya
aku tersadar dalam lamunan itu. Segera aku beranjak mendekati ello yang
daritadi memanggilku.
Denis
Azkasello – Artria Venusa
ELO – VEnus
(LoVe) 19-05-12
Jika perpisahan
menciptakan haru, kuharap kita masih bisa bertemu :’) ... “Ello”
Tertegun ku
melihat tulisan yang rupanya daritadi dibuat Ello. Tulisan singkat tetapi penuh arti. “Hmm..
kenapa bisa pas sekali yak ? namaku dan Ello. Disingkat jadi “Love” ? huh, mungkin hanya
kebetulan. Yaa.. kebetulan yang memiliki
arti. Tapi apa ?.” Gumamku dalam hati memandangi tulisan ditembok itu.
“Heiy, ko bengong ? Mau nulis
juga ?.” Lagi-lagi dia mengagetkanku. Ello
menawariku untuk menulis juga sambil menyerahkan sepidolnya padaku. Entah apa maksudnya menulis seperti ini. Apa dia juga memiliki sesuatu yang sama
denganku. Arghh... bicara apa aku ini.
Dia hanyalah temanku, sahabat karibku. Jadi
rasanya tak mungkin sekali.
Jika harus
ada dunia baru, aku berharap kau tak melupakanku :’) ... “Venus”
Ello tersenyum menatapku. Akupun membalas senyumannya. Sebentar lagi kisah ini berakhir. Seiring dengan berakhir pula masa putih abu. Sampai kapan tulisan itu ada. Mungkin ketika
catnya diganti, tulisannya akan hilang. Tapi
moment ini tak pernah hilang dalam otakku.
Aku tak tau
entah sejak kapan ada ruang kosong yang ditempati ello di hatiku. Mungkin karna
kami sering bertemu dan kerap kali terlibat kerjasama. Lebih dari tiga bulan rasanya kami bertengkar
dan menjauh seperti ini. Baru hari ini
kulihat kembali senyuman diwajahnya. Tingkahnya
suka berubah kadang-kadang. Itu yang
membuatku heran. Ada orang seperti ini. Orang yang aneh. Tapi itulah Ello.
“Ve, hmm... makasih yak udah jadi
temen gue. Gue... gue ngerasa beruntung
punya patner kayak loe. Loe baik. Care.”
Suara ello mulai terbata-bata.
“Loe kenapa el ?.” Tanyaku heran
melihat matanya yang berkaca-kaca. Sungguh
baru kali ini ku melihat wajahnya sekusut ini.
“Boleh gue peluk loe ? Bentarrr
ajaaaaa.” Ello memohon dengan tampang seakan-akan kami akan berpisah jauh.
Tanpa
basa-basi akupun mengangguk sebagai jawabannya. Pelukan itu terasa nyaman sekali. Pertama kalinya ada seorang laki-laki memelukku
dengan erat sekali. Tiba-tiba terasa ada
yang menetes dipundak kiri dan kananku. Ku
sadari itu memang air mata Ello yang mengalir deras hingga mengenai pundakku. Sepertinya ada yang ingin diungkapkan tapi tak
terungkapkan. Pelukan itu berakhir
dengan sebuah kecupan yang mendarat di keningku. Ello memang cengeng. Dan
gara-gara dia, aku jadi tertular. Hmm.. (ngeles :-P )
Dear Tuhanku Yang Maha Penyayang, it’s
me.
Hari ini semuanya mungkin berakhir.
Tapi aku tak pernah menyesali itu. Jika harus dengan seperti ini, aku lega. Aku
lega meninggalkannya dengan pelukan itu. Kami sudah berdamai. Setelah sekian
lama api permusuhan itu akhirnya padam. Entah apa yang aku rasakan saat ini.
Rasanya ingin kuhapus segala bayangnya. Karna ku tahu, aku punya Abi. Aku tahu,
saat ini, itulah satu-satunya pilihanku. Karna akupun tak pernah tau isi
hatinya untukku. Yang ku tahu, dia baik. Tapi.... arghh sudahlah, biarkan
cerita ini menjadi abadi tanpa harus memiliki.
Sweet Dreamss , satnight :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar