Aku sangat
menyukai travelling. Kemanapun tempatnya yang penting asik, dan aku belum
pernah mendatanginya. Ku ingat pertama kalinya saat itu kelas satu semester dua
di bangku SMK. Curug Cipancar menjadi tujuannya. Curug dalam bahasa indonesia berarti
air terjun. Hanya saja itu diambil dari bahasa setempat. Udaranya sejuk dan
tempaynya juga bagus. Banyak yang kesana bersama keluarga bahkan tak banyak
yang hanya berdua dengan pasangannya.
Perjalanan
kesana hanya memakan waktu sekitar tiga jam dari tempat tinggal ku. Didaerah
Wanayasa Subang memang terdapat beberapa curug, dan salah satunya adalah Curug
Cipancar. Meskipun jalan menuju kesana terjal dan berbatu, namun tempatnya
cukup ramai dikunjungi orang terutama dihari libur. Pemandangan sekitar masih
asri dan hijau. Kebun teh terhampar kiri dan kanan sepanjang jalan. Suara
binatang yang khas dan percikan air yang menyegarkan telinga. Sangat cocok
untuk orang-orang pecinta alam. Dan tak jarang banyak orang yang memilih tempat
itu untuk dijadikan sebagai lokasi Camping.
Yang aku ingat
waktu itu aku pergi kesana memang untuk berlibur bersama teman-teman dekatku.
Kurang lebih tujuh motor. Minggu pagi kami berencana berkumpul dirumah rara.
“Wouyy udah jam segini ? kita mau
berangkat jam berapa ? si Riri manaaa lagi ?.” Sewot Kikky sebal. Memang sih
kami berencana berangkat jam delapan pagi. Tapi sudah jam setengah sepuluh
lewat Riri belum juga datang. Dia memang kerap kali seperti ini. Julukan Mrs.
Telat memang sudah menjadi predikatnya sejak lama. Karena kebiasaan buruknya
itu yang membuat kesan itu ada. Yaa.. satu kelas mungkin belum mengetahuinya,
tapi kami sahabatnya sudah sangat hapal seluruh alasan Riri ketika dia datang
telat. Riri..Riri..
Sepuluh menit
kemudian, Riripun datang dengan tampang cengengesan khasnya. Tampang
cengar-cengir sambil bilang “Hehe.. maaf yak telat. Tadi tuh gue kesiangan,
udah gitu nyokap gue lagi nggak ada dirumah. Adik gue minta dianterin ke tempat
lesnya..dan bla..bla..blaaa.” Seperti sedang mengarang waktu pelajaran B. Indonesia.
“Riri ... Stop !!!. Udah, kita
ngerti jadi stop alesannya. Okey Mrs. Telat ? Yuk siap-siap berangkat.” Ucapku
setengah kesal kepada Riri. Bukan hanya aku, bahkan yang lainpun ikut sebal
dibuatnya.
Kami tiba
ditempat tujuan sekitar pukul satu siang. Sungguh perjalanan yang melelahkan.
Matahari memancarkan sinarnya lebih panas dari biasanya. Tapi untunglah udara
disana cukup sejuk sehingga mengalahkan terik mataharinya. Aku dibonceng Rio
dengan mio birunya yang sungguh mengkilap. Itu memang kebiasaannya. Bisa
dibilang si mio adalah pacar pertamanya. Bagaimana tidak, hampir setiap hari
kulihat motor itu tak ada noda sedikitpun. Bahkan saat musim hujan saja, dia
rela tidak membawa motornya kesekolah seperti biasanya hanya karna satu alasan
“Sayang, baru dicuci”. Haduuhhhh gubrak deh. Tak jarang aku sengaja membuatnya
kesal karna telah mengotori si mio. Lalu aku tertawa terbahak-bahak melihat
wajahnya yang terlihat sangat kesal.
Cukup membuat bokong
pegal dan panas. Karena perjalanan yang lumayan pula. Melewati beberapa
kecamatan dan desa-desa perkampungan penduduk. Masih sepi dari jangkauan
truk-truk dan mobil-mobil besar lainnya. Jalannya berbelok-belok dan sangat
terjal. Rawan tanah longsor dan pohon tumbang. Tapi aku dan yang lain sangat
menikmati perjalanan itu. Bernyanyi-nyanyi seperti anak TK menjadi tradisi
sepanjang jalan.
Terdengar gemercik
air yang daritadi sudah menjadi sasaran utama kami. Setelah beristirahat
sejenak, akhirnya Byurrrrrrrrrrrrrr, terjadilah adegan saling siram. Sungguh
mengasyikan. Membuat lupa setiap masalah-masalah yang menumpuk diotak selama
ini. Kami bebas berteriak tanpa ada yang melarang. Menghilangkan penat selama
ini. Memang itu tujuan utamanya.
“Wouyy guys, foto yaaak.. oke
!!!.” Seperti biasanya Kikkypun tak lupa mengabadikan moment ini. Soal foto
memfoto yaa dia ahlinya. Kikky memang terkenal dengan Mrs. Kamera. Layaknya
Riri. Kami memang memiliki julukan masing-masing.
“1....2....3.. cheerrssss !.”
Gerakannya sudah seperti fotografer handal. Kikky memang jago dalam hal ini.
Fotonya saja tersebar diseluruh telefon genggam anak-anak sekelas. Siapa coba
yang nggak punya foto dia.
Bayangkan saja,
kurang lebih empat jam saja kami menghabiskan waktu disana. Tetapi hampir lebih
dari dua ratus foto yang sudah tercipta. Yaa.. sepertinya ini efek karna
mengajak Kikky. Hingga memori handphone menunjukan “full”. Setelah itu kami
tertawa geli. Sungguh inilah moment berharga yang selalu terkenang dihatiku.
Berenang di
bawah air terjun, makan siang ditengah-tengah kebun teh, dan berpose bersama
mereka sahabat-sahabatku merupakan kenangan indah yang selalu terekam jelas
dalam benakku. Meskipun pergi kesana tidak bersama dengan orang yang ku sayang,
namun ini tak kalah serunya. Aku pernah berharap bahwa suatu saat nanti, aku
bisa pergi ketempat seindah ini bersama orang yang special untukku. Meskipun
mitosnya , kalau kita pergi kesini bersama pasangan kita, beberapa waktui
kemudian hubungan itu pasti berakhir. Tapi tetap saja, impian itu ada dan
selalu berkobar kerap kali ketika aku mengunjungi tempatnya.
Tak terasa waktu
sudah menunjukkan pukul lima sore. Berhubung cuaca disana hampir sepanjang hari
sama. Mendung-mendung nggak jelas. Kami hampir tak bisa membedakan pukul berapa
sekarang.
“Pulang yuk akh, udah sore nih.
Bisa-bisa kemaleman sampe rumah ?.” Ajah Chaca dengan wajah yang terlihat
sangat lelah. Tak hanya Chaca, sepertinya yang lainpun begitu.
Udara dingin membuat kami lapar.
Tapi berhubung dompet sudah terkuras untuk biaya bensin , makan, de..el..el..
Terpaksa kami menahannya sampai dirumah.
“Ko mendung yah ? kayak mau ujan
?.” Ucapku dalam hati sambil mengadah kelangit yang terlihat sudah gelap.
“Yo, mau hujan nih kayaknya.
Kalau hujan gimana ?.” Tanyaku cemas.
“kalau hujan yaa basah. Lagian hujan
kan air. Loe takut ? Pegangan mangkanya ! hahaaha.” Jawab Rio meledek. Diapun
tertawa geli melihat cemasku.
“Yeeee.. bilang aja loe pengen
dipeluk, huuuu !.” Ucapku sebal sambil menjedugkan lembut kepala Rio .
“Kalau iyak kenapa ? Nggak sopan
loe mainnya kepala. Udah difitrah nih. Dasarr.. yaudah sih kalau mau meluk mah
meluk ajah. Dosa mah ntar. Haha, lagian dingin kan loe ?.” Ledek Rio dengan
nada bicaranya yang khas. Kata-kata Rio memang ada benarnya sih, tapi. Arghh...
nggak. Apaan sih nggak penting juga.
Benar saja
dugaanku. Satu persatu butiran air turun dari awan gelap itu. Riopun segera
tancap gas lebih cepat. Namun frekuensi hujannya semakin sering dan banyak
membuat kami kewalahan dan Rio memperlambat kemudinya. Ditambah lagi lintasan
jalan yang sangat terjal menjadi sangat berbahaya apabila kami nekat
melanjutkan perjalanan. Karena hujan yang mengguyur ini, kami akhirnya
terpencar. Aku dan Rio memilih berteduh
terlebih dahulu disebuah warung beberapa kilometer dari Curug. Tepatnya
didaerah Pesawahan.
From
: Riri
.
ve, loe sama rio brteduh dmnaa ? ggue sama yg len brteduh breng, cumaa loe yg
mncarr ..
Satu pesan singkat dari Riri yang
terlihat khawatir.
Replay
To : Riri
iyak,
gue gpp ko. Di daerah pesawahan nii. Yaudah yak hp gue lowbet. Kalian jgn
khwatir.
Balasku segera karna batre
handphoneku sudah tidak bersahabat. Setelah beberapa menit kemudian, frekuensi hujanpun berkurang. Tidak reda
tetapi hanya gerimis kecil saja.
“Udah jam segini, lanjut ajah yuk
yo ? Gue takut diomelin.” Ajakku pulang meskipun gerimisnya belum reda. Waktu
menunjukan pukul setengah enam.
“Yakin ? Kalau loe kedinginan,
peluk ajah deh gpp kali.” Goda Rio sambil mengedipkan matanya seperti
playboy-playboy di televisi. Gaya cengar-cengir dan lirikan khasnya yang
membuatku teringat selalu pada temanku yang satu ini.
“Ih apaan sih loe, saat kayak
gini. Massssiiiihh aja bercanda. Udah yuk cabut.” Ajakku sekali lagi dengan
memukul punggungnya.
“Aw..aww..aw.. ih gila loe, kuli
dasar. Iyak hayu buru naik.” Teriakan Rio kesakitan. Mukanya tampak kesal
setelah ku pukuli pundaknya tadi. Habis badannya yang rada big itu kerap kali
membuat ku gemas. Tak jarang aku tertawa sendiri ketika dibonceng dengannya.
Akhirnya kamipun
melanjutkan perjalanan pulang dibawah rintikan hujan yang tersisa. Meskipun belum
berhenti membasahi. Semuanya basah. Untung saja aku tidak memakai pakaian
berwarna putih. Bisa-bisa transparan karna basah. Kami terus berjalan. Udaranya
memang sangat dingin. Tangan dan sekujur tubuh ini mulai memutih dan
berkeriput. Aliran darah terasa berhenti. Terlihat tangan Rio yang bergetar
menancap gas, dengan gretakan gigi yang beradu karna kedinginan. Tetapi
untunglah tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Kamipun tiba dirumah
masing-masing dengan keadaan selamat.
Sesampainya
dirumah. Mamah dan Ayah sudah menyambutku didepan pintu dengan tampang lebih
seram dari drakula. Aku tau mereka sangat khawatir karna anak gadisnya baru
pulang menjelang pukul setengah delapan malam.
“Yo, makasih yak. Udah sanah gih
pulang. Ntar kena semprot. Cepetttt..” Ucapku pelan. Akhirnya Riopun pulang.
“Maaf mah, tadi hujan. Lalu kami
berteduh. Jadi pulangnya kemaleman.” Akupun segera meminta maaf kepada mereka
dengan wajah bersalah. Ku akui ini memang salahku dan aku juga tau kemarahan
mereka adalah bentuk kasih sayang yang tercurahkan untukku.
“Lain kali kasih kabar, jangan
bikin orang rumah cemas ! paham ?.” Ucap mamah dengan nada tinggi. Matanya
melotot hampir seperti ingin keluar.
“Kakak harusnya tau gimana
khawatirnya mamah dengan ayah disini. Hujan. Kakak belum ada dirumah. Kalau ada
apa-apa ? Siapa yang bertanggung jawab ? tambah ayah melengkapi mamah.
Aku
hanya bisa menunduk dan mendengarkan amarah mereka tanpa bisa meredamnya. Setelah
beberapa lama, akhirnya mamahpun menyuruhku untuk makan. Memang itulah
kebiasaan unik mereka. Setelah bosan memarahiku, akhirnya mereka malah
menyuruhku untuk makan. Kadang aku tertawa dalam hati melihat hal itu.
Hari ini memang
hari yang sangat berkesan. Tak lupa aku mengabadikan moment ini kedalam buku diary
pink, hadiah ulang tahun dari Rizkia. Begitulah kebiasanku. Well.. semua orang
yang dekat denganku mengetahui hal itu.
Dear Tuhanku Yang Maha Pemurah, it’s
me.
Moment travelling pertamaku begitu
mengesankan. Aku dan mereka mengunjungi curug itu. Tempat pertama yang sangat
memakan waktu lama karna letaknya lumayan jauh. Dan Rio ... teman sekelasku yang begitu konyol. Dia baik
.. hmm apa yaaa ? Ya gitu deh. Sepanjang jalan ada saja ulahnya yang membuatku
tertawa. Dia asik. Bisa jadi patner travelling yang menyenangkan. Terimakasih
Ya Allah, satu lagi penciptaanmu sungguh hebat. Kali ini namanya ‘sahabat’ :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar