Selasa, 07 Agustus 2012

Part 4


“Keinginan kadang tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Apa yang menurutmu baik, belum tentu sesuai dengan kehendak-Nya. Dan apa yang menurutmu buruk, belum tentu menurut-Nya. Karna hidup akan selalu berjalan dengan atau tanpa kehadiran keinginan itu. Sayang ..”
(Mamahku^^)
Sekolah adalah rumah keduaku. Hampir setiap hari aku menghabiskan separuh waktuku disana. Kalian harus tau, awalnya tidak pernah terfikirkan untukku bersekolah ditempat sekolahku ini. Lokasinya yang dekat dengan TPU (Tempat Pemakaman Umum) sepertinya menjadi alasan utamanya. Awalnya memang sedikit kecewa. Tapi mencoba apa salahnya. Toh, kitapun tak akan pernah tau jika belum mencobanya. Benar bukan ? ^^
            Mamah adalah orang yang paling berjasa. Bagaimana tidak, Dialah yang bulak-balik mengurusi semua urusan pendaftaran penerimaan murid baru waktu itu. Tidak banyak yang aku lakukan. Hanya belajar lalu mengikuti tes masuk sekolah itu. Aku melakukan semua demi mamah. Meskipun awalnya sangat berat. Kami (aku dan mamah) sepakat memilih jurusan Analisis Kimia. Tentunya sudah berdasarkan beberapa pemikiran. Salah satunya adalah karena jumlah siswa dan siswi dijurusan itu seimbang. Tidak seperti jurusan lainnya yang memiliki mayoritas siswa daripada siswinya.
“Kha, tesnya besok. Jangan lupa belajar. Yang daftar udah lebih dari seribu orang loh.” Ucap mamah cemas. Sepertinya ia sungguh ketakutan. Terpancar sekali dari raut wajahnya
“Iya maahhh. Kaka usahain.” Suaraku meyakinkan mamah. Kubuang jauh rasa malas itu. Lagi-lagi semuanya kulakukan untuk mamah. Mamahpun mengusap lembut rambutku.
            Serangkaian tes membuatku lelah. Darimulai pendaftaran, tes fisik, tes buta warna, tinggi dan berat badan, hingga terakhir tes tertulis. Panjang bukan. Maklumlah, sekolahku ini adalah satu-satunya Sekolah Mnengah Kejuruan Negri didaerahku. Jadi tak salah, jika persaingannya memang cukup ketat. Meskipun letaknya berada ditengah-tengah kompleks permukiman penduduk dan Tempat Pemakaman Umum, sekolahku tak kalah terkenalnya. ‘poesara-301’ begitu nama kerennya. Entah darimana, sejak kapan nama itu ada dan mulai menjadi panggilan akrab sekolahku.
            Sarana dan Prasarananya memang cukup lengkap. Dari mulai Ruang Kelas , Perpustakaan, Mesjid, Toilet, Laboratorium Bahasa, Lapangan Basket, sampai Gedung Serba Guna (GSG) pun tersedia. Bahkan Pengembangan Diri yang disediakan pun sangat banyak dan bervariasi. Mereka bebas memilih organisasi atau exskul yang mereka suka. Inilah alasan utama yang membuatku betah disekolah. Eh tapi gak ada maksud promosi juga ko, hihie.
“Bagi siapa yang ingin mengikuti Extrakulikuller .................................(bla-bla-bla), diharapkan mengisi formulir di Basecamp setempat.” Sejumlah pamplet tersebar ditiap sudut dinding sekolah. Masing-masing anggota organisasi tersebut mempromosikan pengembangan-pengembangan diri yang mereka ikuti. Mengajak siswa/i baru untuk berkecimpung didalamnya.
            Semenjak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, aku memang menyukai beberapa bidang. Organisasi salah satunya. Akhirnya setelah semua tes penerimaan siswi baru diumumkan lewat amplop putih itu, aku dinyatakan ‘LULUS’ di jurusan Analis Kimia. Aku sungguh bahagia dan sangat lega melihat  tulisan itu. Aku resmi menyandang status ‘CSB’ alias Calon Siswa Baru. ‘Akang dan Teteh’ menjadi akrab di telingaku. Memang itulah panggilan yang diwajibkan kepada kami (junior) terhadap senior. Semasa MOS merekapun memakai inisial-inisial khusus sebagai nama panggilan dibelakang panggilan ‘kang’ atau ‘teh’. Entah tujuannya apa.
Beberapa seniorku pernah bilang, “Kalian jangan senang dulu, masih ada Masa Orientasi Siswa (MOS) yang harus kalian jalani. Jadi status kalian masih CSB ! Ngerti ?!!!.” Kata-kata yang paling ku ingat ketika MOS. Kuingat inisialnya Kang JS. Wajah tanpa senyum itu terlihat sungguh-sungguh seperti asli. Gaya berjalan yang cukup tegas yang tergambar jelas dengan dagu sedikit terangkat keatas. Meskipun ku tahu pada masa MOS semuanya hanya ekting. Karna akupun pernah menjadi ‘kakak senior’ di SMP dulu. Wajah jutex itu berhasil membuatku sangat takut. Kami junior hanya bisa tunduk. Catat, hanya ketika MOS.
Kesan pertama kali aku mengikuti MOS, sungguh melelahkan. Kurang lebih tiga hari. Namun menjadi terasa lebih lama dari yang seharusnya. Itulah opini para CSB rata-rata. Tapi tidak untukku. Menurutku itu adalah pengalaman yang berharga sekali. Sosok PKS (Patroli Keamanan Siswa) yang begitu ‘Wahh’. Membuatku berkhayal, suatu saat nanti aku bisa merasakan seperti itu. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa aku memilih mengikuti Organisasi Siswa Intera Sekolah atau yang lebih terkenal dengan  OSIS itu.
            Masa ‘penjajahan’ itupun berakhir. Aku mulai memasuki dunia baruku. Dunia putih abu. Seragampun berganti. Dandanan juga pastinya. Ku tinggalkan semua penampilan SMPku, hingga rok dan kemeja putih pendekku. Yaa... emang sih awalnya aku memang ingin menggenakan kembali pakaian serba mini itu. Tapi kurungkan niatku. Ku fikir memakai baju seragam panjang membuatku lebih aman dan bebas bergerak. Meskipun begitu aku masih enggan menggunakan kerudung dengan alasan ‘belum siap’ hehehe.
“Perkenalkan kami semua yang akan menemani kalian selama tiga tahun disekolah ini...................” Perkenalan panjang Bapak dan Ibu guru baruku di Jurusan Analisis Kimia di awal Upacara senin pagi itu. Aku terpilih menjadi dirigennya. Dagdigdug. Campur aduk deh. Upacara pertama. Semua petugasnya terdiri dari siswa/i baru. Sangat tergambar jelas dalam ingatanku.
Semua guru wanita hampir semuanya memakai kerudung. Karna mayoritas beragama islam. ‘Masuk jurusan kimia seperti ospek selama tiga tahun’. Haha itu sih mitosnya. Biasalah. Mungkin itu efek ulah kakak-kakak seniorku yang membuat Ibu dan Bapak guru kesal. Jadi seperti itu deh image yang tercipta. Awalnya akupun merasakan hal itu memang benar. Tapi tidak... menurutku mereka tidak jahat. Tak seperti ibu tiri layaknya sinetron-sinetron ditelevisi. Kini ku mulai menyadari itu hanya saja ketegasan mereka saja yang kadang-kadang membuat mereka salah mengartikannya. Karna pada dasarnya, tidak ada orang tua spesialnya ibu yang tidak sayang kepada anaknya. Ya kan ???
Lah Terus, kenapa di TV banyak sekali kejahatan tentang seorang ibu yang tega membunuh anaknya sendiri ? Entahlah. Kurasa itu hanya efek dari perubahan zaman. (so tua deh gue) ahahaaaa.
Ku akui dandanan ku saat pertama kali masuk sekolah itu ‘nggak banget deh’ . Belakangan ini aku mulai menyadari, mungkin faktor itulan yang membuat mereka (guru-guru) tidak menyukaiku. Senyuman itu kembali terbit kerap kali aku mengingat saat-saat itu.
*
            Ternyata tak semudah yang aku bayangkan. Masuk OSIS seperti masuk kedalam dunia semi militer. Semuanya penuh aturan dan hukuman. Latihan dasar Kepemimpinan Siswa adalah sarat utamanya. Huft.. perjuangan panjang dalam masa-masa penerimaan anak OSIS. Katanya sih semua itu sengaja dilakukan untuk menyeleksi calon anggota OSIS. May be. Tapi aku sih enjoy-enjoy aja.
“Artria Venusa ?.” Dia memanggil namaku. Dengan wajah super jutek. Dagunya yang tak pernah turun sepertinya itulah ciri khas senior.  Dag Dig Dug, itulah yang aku rasakan.
“Iyaa, kang ?.” Jawabku dengan nada bertanya-tanya. Aku tak berani menatap wajahnya.
“ Balik kanan !!! Cuci tuh muka. Ini bukan ajang pemilihan model.” Kalimat singkat yang selalu ku ingat ketika aku mengikuti LDKS. Lagi-lagi Kang JS. Senior paling menyebalkan sedunia. Malu. Itulah perasaanku saat itu. Sungguh, aku benar-benar dipermalukan saat itu.
“Dasar senior rese, suka-suka gue kek. Iiiiiiiihhhhhhh... !!!!.” Gumamku dalam hati kesal. Segera aku balik kanan dan berlari ke kamar mandi hingga air mata ini tak kuasa menetes.
“Lain kali gak usah pakai bedak. Mau dibilang cantik ? Disini semuanya sama. Ngerti ?.” Ucapan itu selalu membekas dalam ingatanku. Dan sejak saat itu, aku kembali menjadi aku yang dulu. Berangkat sekolah tanpa polesan apapun.
            Setiap hari ada saja yang membuatku menangis. Entah apa. Namun perlahan itu semua membentuk pribadiku. Menghapus kata ‘Manja’ dalam diriku. Tak hanya dalam OSIS, Paskibrapun begitu. Karna aku memutuskan mengikuti dua organisasi.
“Kamu tuh cantik venus, cuma pribadi kamu yang menutupi kata itu. Sikap dan sifat kamu. Kalau ketawa secukupnya aja, gak usah lebay. Denger yak ini teguran untuk kamu. Perbaiki.” Kata-kata itu yang selalu kuingat bahkan sampai saat ini. Benar-benar membawa perubahan pesat untuk hidupku. Teh Trieska namanya. Dia pelatih paskibra disekolahku. Orangnya cantik, lucu, baik tapi juga galak. Tak jarang aku kena semprot. Tapi itulah justu yang terkenang sampai saat ini.
            OSIS dan Paskibra mempertemukan aku dengan mereka. Sekumpulan orang-orang baru dalam hidupku yang aku beri nama ‘sahabat’. Semua teori kepemimpinan diajarkan kepada ku. Tak hanya itu, banyak pengalaman-pengalaman baru dan unik yang aku belum pernah ku dapat sebelumnya. Kekeluargaan , persahabatan bergabung menjadi satu. Meskipun tak jarang kami bercekcok satu sama lain.
            Hari-hariku menjadi lebih padat dari sebelumnya ketika aku resmi mengikuti Organisasi itu. Berangkat sebelum matahari terbit, dan pulang sesudah matahari terbenam. Sejak saat itu aku mulai terbiasa dengan lingkungan yang aku tak pernah bayangkan sebelumnya.
“Kakak, ko pulangnya jam segini terus ?.” Tanya mamah pertama kali. Lalu aku jelaskan semuanya bahwa aku telah mengikuti dua organisasi itu.
“Mah, Yah. Kaka ikut OSIS sama Paskibra. Jadi mungkin pulangnya agak telat.” Aku membuka penjelasan awal.
“Memang setiap hari ? Dulu bilangnya nggak mau masuk sekolah itu, sekarang ? Kayaknya betah banget tuh ?.” Sambar ayah bertanya dengan nada meledek sambil membawa nasi goreng masakan mamah.
“Tau nih kakak aneh. Weeee.” Adikku nisa ikut berkomentar dengan menjulurkan lidahnya.
“Ehhhh awass kamu !!!.” Ucapku sambil berlari mengejarnya. Kamipun kejar-kejaran dalam ruang tamu. Akhirnya nisa bersembunyi dibalik mamah. Akupun tak bisa berkutik.
“Kakak.... udah akh. Cepet mandi terus makan bareng. Ditunggu..” Ucap mamah lembut. Dia selalu bisa mencairkan suasana. Itulah hebatnya mamah.

Dear Allah Yang Maha Baik.. ini aku,
Terima kasih telah menciptakan banyak sekali makhluk hebat dalam hidupku. Makhluk yang sangat berjasa dalam hidupku. Dia yang sering ku panggil dengan sebutan “mamah dan ayah”. Terima kasih telah menitipkan aku kepada mereka. Meskipun kadang mereka sering berubah menjadi monster yang menyeramkan, tapi mereka tetaplah pahlawanku.
Sekolah baru ini telah mengajarkan aku banyak hal. Kedewasaan tampaknya mulai merasuk dalam pribadiku. Betapa besar perjuangan mamah. Itulah motivasi terbesarku.
Alhamdulillah MOSnya udah selesai. Tapi kenapa aku merasa ada yang hilang ??
Arghh ... rasa ini sungguh aneh . Entahlah..

Part 3


Aku sangat menyukai travelling. Kemanapun tempatnya yang penting asik, dan aku belum pernah mendatanginya. Ku ingat pertama kalinya saat itu kelas satu semester dua di bangku SMK. Curug Cipancar menjadi tujuannya. Curug dalam bahasa indonesia berarti air terjun. Hanya saja itu diambil dari bahasa setempat. Udaranya sejuk dan tempaynya juga bagus. Banyak yang kesana bersama keluarga bahkan tak banyak yang hanya berdua dengan pasangannya.
Perjalanan kesana hanya memakan waktu sekitar tiga jam dari tempat tinggal ku. Didaerah Wanayasa Subang memang terdapat beberapa curug, dan salah satunya adalah Curug Cipancar. Meskipun jalan menuju kesana terjal dan berbatu, namun tempatnya cukup ramai dikunjungi orang terutama dihari libur. Pemandangan sekitar masih asri dan hijau. Kebun teh terhampar kiri dan kanan sepanjang jalan. Suara binatang yang khas dan percikan air yang menyegarkan telinga. Sangat cocok untuk orang-orang pecinta alam. Dan tak jarang banyak orang yang memilih tempat itu untuk dijadikan sebagai lokasi Camping.
Yang aku ingat waktu itu aku pergi kesana memang untuk berlibur bersama teman-teman dekatku. Kurang lebih tujuh motor. Minggu pagi kami berencana berkumpul dirumah rara.
“Wouyy udah jam segini ? kita mau berangkat jam berapa ? si Riri manaaa lagi ?.” Sewot Kikky sebal. Memang sih kami berencana berangkat jam delapan pagi. Tapi sudah jam setengah sepuluh lewat Riri belum juga datang. Dia memang kerap kali seperti ini. Julukan Mrs. Telat memang sudah menjadi predikatnya sejak lama. Karena kebiasaan buruknya itu yang membuat kesan itu ada. Yaa.. satu kelas mungkin belum mengetahuinya, tapi kami sahabatnya sudah sangat hapal seluruh alasan Riri ketika dia datang telat. Riri..Riri..
Sepuluh menit kemudian, Riripun datang dengan tampang cengengesan khasnya. Tampang cengar-cengir sambil bilang “Hehe.. maaf yak telat. Tadi tuh gue kesiangan, udah gitu nyokap gue lagi nggak ada dirumah. Adik gue minta dianterin ke tempat lesnya..dan bla..bla..blaaa.” Seperti sedang mengarang waktu pelajaran B. Indonesia.
“Riri ... Stop !!!. Udah, kita ngerti jadi stop alesannya. Okey Mrs. Telat ? Yuk siap-siap berangkat.” Ucapku setengah kesal kepada Riri. Bukan hanya aku, bahkan yang lainpun ikut sebal dibuatnya.
Kami tiba ditempat tujuan sekitar pukul satu siang. Sungguh perjalanan yang melelahkan. Matahari memancarkan sinarnya lebih panas dari biasanya. Tapi untunglah udara disana cukup sejuk sehingga mengalahkan terik mataharinya. Aku dibonceng Rio dengan mio birunya yang sungguh mengkilap. Itu memang kebiasaannya. Bisa dibilang si mio adalah pacar pertamanya. Bagaimana tidak, hampir setiap hari kulihat motor itu tak ada noda sedikitpun. Bahkan saat musim hujan saja, dia rela tidak membawa motornya kesekolah seperti biasanya hanya karna satu alasan “Sayang, baru dicuci”. Haduuhhhh gubrak deh. Tak jarang aku sengaja membuatnya kesal karna telah mengotori si mio. Lalu aku tertawa terbahak-bahak melihat wajahnya yang terlihat sangat kesal.
Cukup membuat bokong pegal dan panas. Karena perjalanan yang lumayan pula. Melewati beberapa kecamatan dan desa-desa perkampungan penduduk. Masih sepi dari jangkauan truk-truk dan mobil-mobil besar lainnya. Jalannya berbelok-belok dan sangat terjal. Rawan tanah longsor dan pohon tumbang. Tapi aku dan yang lain sangat menikmati perjalanan itu. Bernyanyi-nyanyi seperti anak TK menjadi tradisi sepanjang jalan.
Terdengar gemercik air yang daritadi sudah menjadi sasaran utama kami. Setelah beristirahat sejenak, akhirnya Byurrrrrrrrrrrrrr, terjadilah adegan saling siram. Sungguh mengasyikan. Membuat lupa setiap masalah-masalah yang menumpuk diotak selama ini. Kami bebas berteriak tanpa ada yang melarang. Menghilangkan penat selama ini. Memang itu tujuan utamanya.
“Wouyy guys, foto yaaak.. oke !!!.” Seperti biasanya Kikkypun tak lupa mengabadikan moment ini. Soal foto memfoto yaa dia ahlinya. Kikky memang terkenal dengan Mrs. Kamera. Layaknya Riri. Kami memang memiliki julukan masing-masing.
“1....2....3.. cheerrssss !.” Gerakannya sudah seperti fotografer handal. Kikky memang jago dalam hal ini. Fotonya saja tersebar diseluruh telefon genggam anak-anak sekelas. Siapa coba yang nggak punya foto dia.
Bayangkan saja, kurang lebih empat jam saja kami menghabiskan waktu disana. Tetapi hampir lebih dari dua ratus foto yang sudah tercipta. Yaa.. sepertinya ini efek karna mengajak Kikky. Hingga memori handphone menunjukan “full”. Setelah itu kami tertawa geli. Sungguh inilah moment berharga yang selalu terkenang dihatiku.
Berenang di bawah air terjun, makan siang ditengah-tengah kebun teh, dan berpose bersama mereka sahabat-sahabatku merupakan kenangan indah yang selalu terekam jelas dalam benakku. Meskipun pergi kesana tidak bersama dengan orang yang ku sayang, namun ini tak kalah serunya. Aku pernah berharap bahwa suatu saat nanti, aku bisa pergi ketempat seindah ini bersama orang yang special untukku. Meskipun mitosnya , kalau kita pergi kesini bersama pasangan kita, beberapa waktui kemudian hubungan itu pasti berakhir. Tapi tetap saja, impian itu ada dan selalu berkobar kerap kali ketika aku mengunjungi tempatnya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Berhubung cuaca disana hampir sepanjang hari sama. Mendung-mendung nggak jelas. Kami hampir tak bisa membedakan pukul berapa sekarang.
“Pulang yuk akh, udah sore nih. Bisa-bisa kemaleman sampe rumah ?.” Ajah Chaca dengan wajah yang terlihat sangat lelah. Tak hanya Chaca, sepertinya yang lainpun begitu.
Udara dingin membuat kami lapar. Tapi berhubung dompet sudah terkuras untuk biaya bensin , makan, de..el..el.. Terpaksa kami menahannya sampai dirumah.
“Ko mendung yah ? kayak mau ujan ?.” Ucapku dalam hati sambil mengadah kelangit yang terlihat sudah gelap.
“Yo, mau hujan nih kayaknya. Kalau hujan gimana ?.” Tanyaku cemas.
“kalau hujan yaa basah. Lagian hujan kan air. Loe takut ? Pegangan mangkanya ! hahaaha.” Jawab Rio meledek. Diapun tertawa geli melihat cemasku.
“Yeeee.. bilang aja loe pengen dipeluk, huuuu !.” Ucapku sebal sambil menjedugkan lembut kepala Rio .
“Kalau iyak kenapa ? Nggak sopan loe mainnya kepala. Udah difitrah nih. Dasarr.. yaudah sih kalau mau meluk mah meluk ajah. Dosa mah ntar. Haha, lagian dingin kan loe ?.” Ledek Rio dengan nada bicaranya yang khas. Kata-kata Rio memang ada benarnya sih, tapi. Arghh... nggak. Apaan sih nggak penting juga.
Benar saja dugaanku. Satu persatu butiran air turun dari awan gelap itu. Riopun segera tancap gas lebih cepat. Namun frekuensi hujannya semakin sering dan banyak membuat kami kewalahan dan Rio memperlambat kemudinya. Ditambah lagi lintasan jalan yang sangat terjal menjadi sangat berbahaya apabila kami nekat melanjutkan perjalanan. Karena hujan yang mengguyur ini, kami akhirnya terpencar.  Aku dan Rio memilih berteduh terlebih dahulu disebuah warung beberapa kilometer dari Curug. Tepatnya didaerah Pesawahan.
From : Riri
. ve, loe sama rio brteduh dmnaa ? ggue sama yg len brteduh breng, cumaa loe yg mncarr ..
Satu pesan singkat dari Riri yang terlihat khawatir.
Replay To : Riri
iyak, gue gpp ko. Di daerah pesawahan nii. Yaudah yak hp gue lowbet. Kalian jgn khwatir.
Balasku segera karna batre handphoneku sudah tidak bersahabat. Setelah beberapa menit kemudian,  frekuensi hujanpun berkurang. Tidak reda tetapi hanya gerimis kecil saja.
“Udah jam segini, lanjut ajah yuk yo ? Gue takut diomelin.” Ajakku pulang meskipun gerimisnya belum reda. Waktu menunjukan pukul setengah enam.
“Yakin ? Kalau loe kedinginan, peluk ajah deh gpp kali.” Goda Rio sambil mengedipkan matanya seperti playboy-playboy di televisi. Gaya cengar-cengir dan lirikan khasnya yang membuatku teringat selalu pada temanku yang satu ini.
“Ih apaan sih loe, saat kayak gini. Massssiiiihh aja bercanda. Udah yuk cabut.” Ajakku sekali lagi dengan memukul punggungnya.
“Aw..aww..aw.. ih gila loe, kuli dasar. Iyak hayu buru naik.” Teriakan Rio kesakitan. Mukanya tampak kesal setelah ku pukuli pundaknya tadi. Habis badannya yang rada big itu kerap kali membuat ku gemas. Tak jarang aku tertawa sendiri ketika dibonceng dengannya.
Akhirnya kamipun melanjutkan perjalanan pulang dibawah rintikan hujan yang tersisa. Meskipun belum berhenti membasahi. Semuanya basah. Untung saja aku tidak memakai pakaian berwarna putih. Bisa-bisa transparan karna basah. Kami terus berjalan. Udaranya memang sangat dingin. Tangan dan sekujur tubuh ini mulai memutih dan berkeriput. Aliran darah terasa berhenti. Terlihat tangan Rio yang bergetar menancap gas, dengan gretakan gigi yang beradu karna kedinginan. Tetapi untunglah tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Kamipun tiba dirumah masing-masing dengan keadaan selamat.
Sesampainya dirumah. Mamah dan Ayah sudah menyambutku didepan pintu dengan tampang lebih seram dari drakula. Aku tau mereka sangat khawatir karna anak gadisnya baru pulang menjelang pukul setengah delapan malam.
“Yo, makasih yak. Udah sanah gih pulang. Ntar kena semprot. Cepetttt..” Ucapku pelan. Akhirnya Riopun pulang.
“Maaf mah, tadi hujan. Lalu kami berteduh. Jadi pulangnya kemaleman.” Akupun segera meminta maaf kepada mereka dengan wajah bersalah. Ku akui ini memang salahku dan aku juga tau kemarahan mereka adalah bentuk kasih sayang yang tercurahkan untukku.
“Lain kali kasih kabar, jangan bikin orang rumah cemas ! paham ?.” Ucap mamah dengan nada tinggi. Matanya melotot hampir seperti ingin keluar.
“Kakak harusnya tau gimana khawatirnya mamah dengan ayah disini. Hujan. Kakak belum ada dirumah. Kalau ada apa-apa ? Siapa yang bertanggung jawab ? tambah ayah melengkapi mamah.
            Aku hanya bisa menunduk dan mendengarkan amarah mereka tanpa bisa meredamnya. Setelah beberapa lama, akhirnya mamahpun menyuruhku untuk makan. Memang itulah kebiasaan unik mereka. Setelah bosan memarahiku, akhirnya mereka malah menyuruhku untuk makan. Kadang aku tertawa dalam hati melihat hal itu.
Hari ini memang hari yang sangat berkesan. Tak lupa aku mengabadikan moment ini kedalam buku diary pink, hadiah ulang tahun dari Rizkia. Begitulah kebiasanku. Well.. semua orang yang dekat denganku mengetahui hal itu.

Dear Tuhanku Yang Maha Pemurah, it’s me.
Moment travelling pertamaku begitu mengesankan. Aku dan mereka mengunjungi curug itu. Tempat pertama yang sangat memakan waktu lama karna letaknya lumayan jauh. Dan Rio ...  teman sekelasku yang begitu konyol. Dia baik .. hmm apa yaaa ? Ya gitu deh. Sepanjang jalan ada saja ulahnya yang membuatku tertawa. Dia asik. Bisa jadi patner travelling yang menyenangkan. Terimakasih Ya Allah, satu lagi penciptaanmu sungguh hebat. Kali ini namanya ‘sahabat’ :’)

Part 2


Jika perpisahan menciptakan haru, kuharap kita masih bisa bertemu :’)
Jika harus ada dunia baru, aku berharap kau tak melupakanku :’)
(LoVe)
“Dia mau ngajak aku kemana sih sebenernya ?.” Gumam ku dalam hati.  Konsep 5 W 1 H itu terus bersarang dalam otakku.  Karna semenjak aku menemuinya, dia tak berbicara sepatah katapun.  Hanya terus berjalan menggandeng tas punggung berwarna merahnya dan memintaku mengikutinya.
            Wajah itu terlihat berbeda dari biasanya.  Entah apa yang ada difikirannya.  Aku sendiripun bingung dan beberapa kali ingin bertanya, mau kemana kita sebenarnya.  Namun ku urungkan kembali niatku karna terlalu sibuk berjalan dengan pakaian seperti ini.
            Denis Azkasello.  Nama yang indah bukan.  Nama panggilannya pun bervariasi.   Denis, Azka ataupun Sel.  Tapi aku biasa memanggilnya Ello.  Karna menurutku itu lebih mudah.  Aku mengenalnya cukup lama.  Semenjak duduk di bangku sekolah menengah kejuruan.  Kamipun cukup akrab bahkan tak jarang orang menilai kami menjalin suatu hubungan khusus.  Padahal kami hanya berteman.  Karna ku sadar kami sudah memiliki pasangan masing-masing.  Aku sudah bersama Abi.  Dan Ello dengan Arfi.
            Tak lama kemudian kamipun tiba disuatu tempat.  Ternyata Ello mengajakku kebelakang sekolah entah untuk apa.  Wajahnya terlihat sangat serius seperti ingin mengungkapkan sesuatu.
            Udara saat itu terasa sangat sejuk.  Cukup bersahabat.  Dengan pemandangan hamparan sawah yang begitu hijau yang sangat menyita perhatianku.  Mataharipun bersinar secukupnya.  Dan yang paling asyik adalah semilir angin mewarnai pertemuan kami.
“Kamu nggak keberatan kan aku ajak kesini ?.” Ello mulai membuka mulutnya yang terkunci sejak tadi.  Nada bicaranya terdengar lirih.  Matanya menatapku tak berkedip.
“Hmm.. nggak.  Kok serius amet kayaknya.  Emang ada apa sih ?.” Jawabku biasa saja.
“Duduk.” Suara ngebas ello yang tiba-tiba mengajakku duduk di bawah rindang pohon yang entah namanya apa.  Pohon itu terlihat cukup besar, rindang, dan sejuk.
            Aku dan dia.  Duduk dibawah pohon itu.  Moment ini sudah lama tak kurasakan. Sejak kami menjauh, hampir tak ada komunikasi diantara kami.  Dulu memang sempat dekat.  Tapi karna ada suatu masalah yang enggan untuk kami selesaikan.  Ello memang keras kepala.  Egonya tinggi.  Itu yang membuatku kesal.
“Lo...” , “Ve...” Ucap kami bersamaan.  Seperti pada filem-filem yang kulihat di layar kaca. Tapi sungguh itu tak disengaja.
“Aku minta maaf.” Kalimat singkat ello melanjutkan. Hening. Tatapannya kosong kedepan seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Udah lama gue maafin.  Gue juga minta maaf.  Terus ?.” Aku berharap ada yang lain yang akan diucapkannya sebelum kami benar-benar berpisah.
“Ada spidol ?.” Tanya ello sambil mengulurkan tangannya kepadaku.  Akupun segera mengecek tasku.  Rasanya aku membawanya.  Spidol sisa coret-coret seragam kelulusan kemarin.
            Ello bergegas mengambil sepidolnya dari tanganku dan menuliskan sesuatu di tembok itu.  Tembok belakang ruang kelas bercat hijau yang tak jauh dari pohon.  Aku tetap duduk tanpa tau apa yang sedang ditulis ello di tembok itu.  Anginnya membuat ku nyaman ditempat itu.
            Aku telah sampai dipenghujung masa remajaku.  Masa-masa manis bersama teman-teman dan orang-orang terdekatku di sekolah.  Masa yang pertama kali membawaku kedalam khayalan dan angan.  Sampai suatu ketika aku merasakan sesuatu berbeda dalam hidupku. Aku mulai merasa malu untuk pergi kesekolah tanpa polesan bedak.  Tanpa parfum dan embel-embelnya.  Perubahan itu terjadi.  Padahal dulu aku biasa tampil tanpa itu semua. Senyuman kecil selalu terbit ketika aku mengenang kembali masa-masa manis itu.
            Berawal dari putih biru yang berganti dengan putih abu.  Kehidupan baru sebagai anak SMA atau si ababil alias ABG Labil.  Sulit untuk mendeskripsikan arti remaja.  Apalagi Cinta Pertama.  Rasanya aneh.  Mulai mencari jati diri ditengah perkembangan zaman yang cukup mengerikan.  Aku menjalaninya.  Masa Orientasi Siswa. Waktu itu berlangsung selama tiga hari.  Sangat melelahkan dan menguras hati.  Kakak-kakak senior yang super duper galak tanpa senyuman.  Itu yang khas.  Dengan dandanan super aneh pula. Semuanya menghiasi Masa Orientasi Siswa itu.  Ku ingat dulu, dengan kunciran rambut dua dipinggir kiri dan kanan seperti gadis desa, rok biru sedengkul, dan kemeja seragam putih pendek lengkap dengan bet asal sekolah topi dan dasi.  Dandanan ala anak SMP yang masih melekat saat pertama memasuki gerbang sekolah baruku.
            Hukuman-hukuman tak luput mewarnai masa MOS.  Moment itu yang paling kuingat hingga saat ini.  Rasanya senang sekali masa itu berakhir.  Berganti dengan suasana belajar anak SMA pada umumnya.  Aku mulai disibukkan dengan setumpuk tugas.  Matematika adalan pelajaran yang paling aku tidak suka.  Entah mengapa aku sulit sekali menerima pelajaran itu dalam otakku.  Pernah suatu ketika aku tertidur selama pelajaran Pak Asa berlangsung.  Untunglah dia guru yang baik dan cukup sabar.  Huft...  aku tersenyum kembali.
“Ve !!!.” Teriak ello yang ketiga kalinya padaku.  Rupanya aku melamun cukup lama sehingga tak menghiraukan panggilan itu.
“Sorry, sorry. Apa ?.” Akhirnya aku tersadar dalam lamunan itu. Segera aku beranjak mendekati ello yang daritadi memanggilku.
Denis Azkasello  – Artria Venusa
ELO – VEnus (LoVe) 19-05-12
Jika perpisahan menciptakan haru, kuharap kita masih bisa bertemu :’) ... “Ello”
Tertegun ku melihat tulisan yang rupanya daritadi dibuat Ello.  Tulisan singkat tetapi penuh arti. “Hmm.. kenapa bisa pas sekali yak ? namaku dan Ello.  Disingkat jadi “Love” ? huh, mungkin hanya kebetulan.  Yaa.. kebetulan yang memiliki arti. Tapi apa ?.” Gumamku dalam hati memandangi tulisan ditembok itu.
“Heiy, ko bengong ? Mau nulis juga ?.” Lagi-lagi dia mengagetkanku.  Ello menawariku untuk menulis juga sambil menyerahkan sepidolnya padaku.  Entah apa maksudnya menulis seperti ini.  Apa dia juga memiliki sesuatu yang sama denganku.  Arghh... bicara apa aku ini. Dia hanyalah temanku, sahabat karibku.  Jadi rasanya tak mungkin sekali.
Jika harus ada dunia baru, aku berharap kau tak melupakanku :’) ... “Venus”
            Ello tersenyum menatapku.  Akupun membalas senyumannya.  Sebentar lagi kisah ini berakhir.  Seiring dengan berakhir pula masa putih abu.  Sampai kapan tulisan itu ada. Mungkin ketika catnya diganti, tulisannya akan hilang.  Tapi moment ini tak pernah hilang dalam otakku.
Aku tak tau entah sejak kapan ada ruang kosong yang ditempati ello di hatiku. Mungkin karna kami sering bertemu dan kerap kali terlibat kerjasama.  Lebih dari tiga bulan rasanya kami bertengkar dan menjauh seperti ini.  Baru hari ini kulihat kembali senyuman diwajahnya.  Tingkahnya suka berubah kadang-kadang.  Itu yang membuatku heran.  Ada orang seperti ini.  Orang yang aneh.  Tapi itulah Ello.
“Ve, hmm... makasih yak udah jadi temen gue.  Gue... gue ngerasa beruntung punya patner kayak loe.  Loe baik. Care.” Suara ello mulai terbata-bata.
“Loe kenapa el ?.” Tanyaku heran melihat matanya yang berkaca-kaca.  Sungguh baru kali ini ku melihat wajahnya sekusut ini.
“Boleh gue peluk loe ? Bentarrr ajaaaaa.” Ello memohon dengan tampang seakan-akan kami akan berpisah jauh.
            Tanpa basa-basi akupun mengangguk sebagai jawabannya.  Pelukan itu terasa nyaman sekali.  Pertama kalinya ada seorang laki-laki memelukku dengan erat sekali.  Tiba-tiba terasa ada yang menetes dipundak kiri dan kananku.  Ku sadari itu memang air mata Ello yang mengalir deras hingga mengenai pundakku.  Sepertinya ada yang ingin diungkapkan tapi tak terungkapkan.  Pelukan itu berakhir dengan sebuah kecupan yang mendarat di keningku. Ello memang cengeng. Dan gara-gara dia, aku jadi tertular. Hmm.. (ngeles :-P )

Dear Tuhanku Yang Maha Penyayang, it’s me.
Hari ini semuanya mungkin berakhir. Tapi aku tak pernah menyesali itu. Jika harus dengan seperti ini, aku lega. Aku lega meninggalkannya dengan pelukan itu. Kami sudah berdamai. Setelah sekian lama api permusuhan itu akhirnya padam. Entah apa yang aku rasakan saat ini. Rasanya ingin kuhapus segala bayangnya. Karna ku tahu, aku punya Abi. Aku tahu, saat ini, itulah satu-satunya pilihanku. Karna akupun tak pernah tau isi hatinya untukku. Yang ku tahu, dia baik. Tapi.... arghh sudahlah, biarkan cerita ini menjadi abadi tanpa harus memiliki.
Sweet Dreamss , satnight :’)